![]() |
Sumber Gambar: DW Gator |
Belum lama ini, empu blog ini mempunyai teman baru. Dia juga pernah mondok di Paculgowang,
Jombang. Hanya saja, kalau empu blog sudah agak lama lulusnya, sedangkan dia,
bisa dikatakan, baru saja lulus.
Bisa dikatakan
beruntung empu blog bisa berteman dengannya. Karena, menurut teman lama empu
blog, dia orangnya cerdas. Ah, semoga empu blog yang serba kurang ini bisa kecipratan.
Seperti pada umumnya, dalam pertemanan pasti diharapkan
terdapat kebaikan. Tentu, agar harapan tersebut terwujud, harus memahami
rambu-rambu syari'at yang berlaku.
Sabtu pagi (05/11), setelah mengikuti pengajian di
Paculgowang, empu blog mendapatkan pesan BBM. Ternyata, pesannya berupa pembahasan fiqih dari
temannya tadi.
"pak2.. skarang kan marak jual beli secara online.
Pernah ada pembeli kecewa karena barang yang dibeli tidak sesuai dengan gambar /
informasi yg ditampilkan, itu berarti ada unsur penipuan ya pak? apakah hukum jual
beli tersebut?" begitulah pertanyaan yang muncul dalam pembahasan tadi.
Sebelum menawarkan jawaban, empu blog mengungkapkan bahwa
hukum jual beli secara online dihukumi sah dengan memakai akad, yang salah
satunya, salam (akad pesan). Ini berdasarkan hasil muktamar NU ke-32 di
Makasar. (Baca: Transaksi Via Alat Elektronik)
Kemudian, untuk menyelesaikan pembahasan tersebut, empu blog
mencari hasil bahtsul masail yang sekasus dengannya. Berpuluhan file dibuka,
ternyata tidak ditemukan. Akhirnya, dicarilah referensi dari kitab kuning yang
ada.
Dalam fiqih mu'amalah, ada ungkapan yang namanya khiar
aib. Bila dalam sebuah transaksi terdapat aib yang memperbolehkan untuk khiar
aib, maka pembeli boleh memilih antara meneruskan transaksi atau
membatalkannya.[1]
Kalau kita lihat latar belakang pertanyaan tadi, ketika
penjual menginformasikan barangnya dengan keterangan yang ditampilkan, pembeli
menyangka penjual akan menjual sesuai dengan keterangan yang ada. Sehingga,
pembeli bermaksud membeli barang dengan yang disangka atau mungkin menambahkan
kriteria. Setelah membeli, ternyata yang didapatkan tidak sesuai dengan yang
dimaksudkan. Dari sinilah, khiar aib diberlakukan. Bila pembeli berkehendak
melanjutkan akadnya, maka akadnya sah, dan bila tidak berkehendak, pembeli
boleh menggagalkan akadnya dan mengembalikan barang yang dibeli.[2]
Mengenai unsur penipuannya, perlu meninjau penjualnya.
Apabila penjual sengaja menjual barang yang tidak sesuai dengan yang
diinformasikan, maka penjual memang melakukan penipuan, dan bila tidak sengaja,
seperti karena lupa, maka penjual dianggap tidak melakukan penipuan. Bahkan,
bila penjual tidak sengaja melakukan penipuan, ada ulama yang berpendapat, bagi
pembeli tidak ada khiar.[3]
Tapi, menurut empu blog, baik penipuan disengaja atau tidak,
bagi penjual lebih baik memakai pendapat yang menetapkan khiar untuk
pembeli. Ini dimaksudkan agar antara penjual dan pembeli tercipta hubungan yang
baik.
Dalam dunia bisnis modern, banyak perusahaan menerapkan
strategi menciptakan hubungan yang baik terhadap pelanggan. Ini diterapkan,
agar pelanggan loyal terhadap perusahaan. Sehingga, pelanggan tidak akan pindah
ke produk lain. Strategi ini dikenal dengan CRM (Customer Relationship
Management).
Bagaimana bila syari'at diterapkan dalam dunia modern?. Indah
bukan?
.
والله اعلم بالصواب
[1] Abu Bakr bin Muhammad Syata al-Dimyaty,
I'anah al-Tholibin,
(و) يثبت (لمشتر جاهل) بما يأتي (خيار) في
رد المبيع (ب) - ظهور (عيب قديم) منقص (قوله: ويثبت لمشتر
إلخ) شروع في خيار العيب، ويسمى خيار النقيصة، وهو حاصل بفوات مقصود مظنون نشأ الظن
فيه من تغرير فعلي، أو قضاء عرفي، أو التزام شرطي. فالأول: كالتصرية. والثاني: كظهور العيب الذي ينقص العين والقيمة
نقصا يفوت به غرض صحيح. والثالث: كأن شرط
في المبيع شيئا، ككون العبد كاتبا، أو الدابة حاملا، أو ذات لبن، فأخلف
[2] Ibid.
[3] Ibid.
(قوله: وهو) أي التغرير (وقوله: حرام) أي
من الكبائر - على المعتمد - لقوله عليه الصلاة والسلام: من غشنا ليس منا، ولخبر الصحيحين
في التصرية الآتي قريبا. (قوله: للتدليس) أي من البائع على المشتري. (وقوله: والضرر) أي للمشتري، وقيل للمبيع،
والأول أولى، لأنه هو الذي يطرد في جميع أمثلة التغرير، بخلاف ضرر المبيع، فإنه إنما يظهر في بعضها - كالتصرية -. ولو لم يحصل تدليس من البائع: بأن لم يقصد
التصرية - لنسيان أو نحوه - ففي ثبوت الخيار وجهان: أحدهما المنع، وبه جزم الغزالي
والحاوي الصغير: لعدم التدليس. وثانيهما: ثبوته لحصول الضرر، ورجحه الأذرعي، وقال إنه قضية نص الأم.
0 komentar:
Post a Comment