08 September 2016

Puasa Arafah Dibarengkan dengan Puasa Qodho', Hasilkah Keduanya?

Minggu (04/09), penulis dan temannya patut bersyukur. Hari itu adalah hari yang mungkin tak terlupakan. Karena, pada hari itu, penulis dan temannya diwisuda oleh Unipdu Jombang. Apalagi, pada wisuda tersebut, khususnya Fakultas Teknik, adalah wisuda dengan jumlah wisudawan/wati terbanyak.

Setelah prosesi wisuda, penulis dan temannya mendapatkan oleh-oleh 2 buku. Dari 2 buku tersebut yang paling menarik, menurut penulis, adalah buku Fiqih Kontemporer karya Rektor Unipdu, Prof. Dr. H. Ahmad Zahro, M.A..

Setelah sampai dipesantren yang ditempati penulis, penulis tertarik untuk mengetahui isi dari buku tersebut. Penulis tidak membaca isi keseluruhan. Namun, sekilas penulis sudah bisa menyimpulkan, produk hukum yang dikeluarkan Beliau agak berbeda dengan santri salaf. Tentu, tidak semua hukum yang Beliau keluarkan berbeda, hanya sebagian.

Disini, penulis tidak bermaksud mengomentari produk hukum Beliau. Karena, penulis sangat mengakui, bahwa keilmuan Beliau jauh diatas penulis. Tapi, penulis hanya mencoba menampilkan wajah hukum yang dihasilkan dengan cara yang sudah mentradisi di pesantren salaf.

Dalam menanggapi permasalahan yang berkaitan dengan fiqih, santri salaf selalu mengedepankan pencarian referensi karya ulama' terdahulu yang terkenal dengan sebutan kitab kuning. Ulama' yang didahulukan adalah ulama' yang bermadzhab Syafi'i. Bila kebutuhan memang sudah mendesak dan tidak bisa ditawar, mereka baru mencari referensi dari ulama' diluar madzhab Syafi'i tanpa meninggalkan syarat dan ketentuannya

Berhubung sekarang mendekati puasa Arafah, dengan kelemahanya, penulis akan menampilkan hukum yang berkaitan dengan puasa Arafah dulu. Nanti, bila Alloh menghendaki, tulisan yang sejenis ini akan berlanjut. Tentu, hukum yang akan ditampilkan nanti bukan produk dari penulis, melainkan dari kitab karya ulama' terdahulu.

Dalam buku Fiqih Kontemporer karya Prof. Dr. H.  Ahmad Zahro, M.A. dijelaskan, bahwa puasa Sya'ban, Arafah dan lainnya tidak bisa dibarengkan dengan puasa qodho'.[1] Pendapat Beliau ini berbeda dengan pendapat Syeikh Nawawi al Bantani. 

Ulama' yang berasal dari Banten dan mendapatkan julukan sayyid ulama' Hijaz (pemimpin ulama' Hijaz, sekarang Madinah) ini berpendapat, puasa sunah dalam niatnya tidak harus ada ta'yin (penetuan), sedangkan tujuannya adalah adanya puasa dihari itu, bukan dzatiyah puasanya (bentuk puasanya). Sehingga, puasa sunah seperti Arafah, Senin, Kamis dan lain-lain bisa dibarengkan dengan puasa qodho' dan semuanya hasil (berpahala). Juga, karena keduanya adalah satu jenis, [2]

Sebenarnya, Imam Nawawi (Damaskus, Syria), melalui karyanya (al Majmu'), berpendapat yang sepaham dengan Bapak Rektor. Menurut Imam Nawawi, puasa yang ditentukan waktunya (rowatib) tidak bisa dibarengkan dengan puasa qodho'. Karena, dalam niat puasa rowatib harus menta'yin (menentukan) yang diniatkan. Sehingga, bila puasa rowatib, seperti Arofah, Asyuro' dan lain-lain, digabungkan dengan puasa qodho', maka puasanya tidak sah.[3] Tetapi, Syeikh Abu Bakr melalui I'anah at Tholibin menerangkan, bahwa pendapat yang mu'tamad (yang dapat dipercaya dan dijadikan pegangan banyak ulama') adalah pendapat yang boleh menggabungkan puasa rowatib dan puasa qodho'. Karena dengan alasan yang telah disebutkan diatas.[4]

Kalau melihat alasan para ulama' yang membolehkan membarengkan puasa rowatib, bisa disimpulkan, bahwa alasan tersebut hasil dari kaidah fiqih:
إذَا اجْتَمَعَ أَمْرَانِ مِنْ جِنْسٍ وَاحِدٍ وَلَمْ يَخْتَلِفْ مَقْصُودُهُمَا دَخَلَ أَحَدُهُمَا فِي الْآخَرِ غَالِبًا
(Bila dua perkara dari satu jenis berkumpul sedangkan tujuan keduanya tidak berbeda, maka secara umum salah salah satu dari keduanya bisa masuk pada satu yang lainya)

Mungkin, pendapat yang memperbolehkan inilah yang dianggap Bapak Rektor sebagai "liberal". Tetapi, walaupun "liberal", ulama' yang mengusung pendapat ini tetap mendasarkan pada kaedah pengambilan hukum yang berlaku dikalangan ahli fikih.

والله اعلم بالصواب





[1] Ahmad Zahro, Fiqih Kontemporer, Buku 1 (Jombang: Unipdu Press, 2016), 282.
[2] Muhammad bin Umar Nawawy al-Jawi, Nihayah al-Zain (Beirut: Dar al-Fikr, 2005), 169.

وَتَعْيِين) فِي الْفَرْض الْمَنوِي كرمضان أَو نذر أَو قَضَاء أَو كَفَّارَة وَفِي نفل لَهُ سَبَب بِخِلَاف النَّفْل الْمُؤَقت كَصَوْم الْإِثْنَيْنِ وعرفة وعاشوراء وَأَيَّام الْبيض وَسِتَّة من شَوَّال فَلَا يشْتَرط فِيهِ التَّعْيِين لِأَن الصَّوْم فِي تِلْكَ الْأَيَّام منصرف إِلَيْهَا بل لَو نوى بِهِ غَيرهَا حصلت أَيْضا كتحية الْمَسْجِد لِأَن الْمَقْصُود وجود صَوْم فِيهَا وَيسْتَثْنى من وجوب التَّعْيِين مَا لَو كَانَ عَلَيْهِ قَضَاء رمضانين أَو صَوْم نذر أَو كَفَّارَة من جِهَات مُخْتَلفَة فَنوى صَوْم غَد عَن قَضَاء رَمَضَان أَو صَوْم نذر أَو كَفَّارَة جَازَ وَإِن لم يعين عَن قَضَاء أَيهمَا فِي قَضَاء رمضانين وَلَا نَوعه فِي الْبَاقِي لِأَنَّهُ كُله جنس

[3] Abu Bakr bin Muhammad Syata al-Dimyaty, I'anah al-Tholibin, Vol II (Beirut: Dar al-Fikr, 2005), 252.
قوله: بنية مطلقة) متعلق بيصح، فيكفي في نية صوم يوم عرفة مثلا أن يقول: نويت الصوم-.قوله: كما اعتمده غير واحد) أي اعتمد صحة صوم النفل المؤقت بنية مطلقة .وفي الكردي ما نصه: في الأسنى - ونحوه الخطيب الشربيني والجمال الرملي - الصوم في الأيام المتأكد صومها منصرف إليها، بل لو نوى به غيرها حصلت إلخ: زاد في الإيعاب ومن ثم أفتى البارزي بأنه لو صام فيه قضاء أو نحوه حصلا، نواه معه أو لا .وذكر غيره أن مثل ذلك ما لو اتفق في يوم راتبان كعرفة يوم الخميس.
اه .وكلام التحفة كالمتردد في ذلك.اه.

قوله: نعم بحث في المجموع الخ) هذا إنما يتم له إن ثبت أن الصوم في الأيام المذكورة مقصود لذاتها. والمعتمد: ما يؤخذ من عبارة الكردي المارة آنفا - أن القصد وجود صوم فيها فهي كالتحية، فإن نوى التطوع أيضا حصلا، وإلا سقط الطلب عنه، وبهذا فارق رواتب الصلوات. قوله: كعرفة وما معها) أي وما يذكر معها عند تعداد الرواتب - كعاشورا، وستة من شوال، والأيام البيض، الأيام السود -.قوله: فلا يحصل غيرها) أي من قضاء أو كفارة. وقوله: معها) أي الرواتب . وقوله: وإن نوى) أي غير الرواتب.  قوله: بل مقتضى القياس) أي على رواتب الصلاة-. وقوله: أن نيتهما) أي الرواتب وغيرها، كأن نوى صوم عرفة وقضاء أو كفارة-. وقوله: مبطلة) أي لأن الراتب لا يندرج في غيره، فإذا جمعه مع غيره لم يصح، للتشريك بين مقصودين.

[4] I'anah al-Tholibin, hlm. 252.

Puasa Arafah Dibarengkan dengan Puasa Qodho', Hasilkah Keduanya? Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Gubuk Lentera

0 komentar:

Post a Comment