Deskripsi Masalah
Dampak positif dari kemajuan IPTEK,
dokter-dokter spesialis RS. dr. Soetomo membuat terobosan baru berupa operasi
face off pada Siti Nur Jazilah (Lisa), yang merupakan korban dari siraman air
raksa di mana operasi tersebut melalui beberapa tahapan :
Tahapan I : menyayat organ bagian kanan, meliputi;
wajah, paha dan pungung.
Tahapan II : menyayat organ bagian kiri, meliputi
wajah, paha dan punggung.
Setelah tahap ini usai, organ-organ
sayatan ditempelkan pada wajah Lisa untuk membentuk organ wajah yang rusak.
Musibah tersebut diduga kuat dilakukan
oleh suaminya (Mulyono), karena ada sumber yang menjelaskan bahwa Mulyono
sering memukuli Lisa. Meski Lisa telah memaafkan perbuatannya, pihak yang
berwajib (Polisi) akan tetap menyeret Mulyono ke pengadilan.
Pertanyaan
a. Bagaimana hukum face off yang
dilakukan Lisa ?
b. Seberapa jauh Taghyirul Khilqoh yang
diperbolehkan ?
c. Bagaimana cara bersuci dan beribadahnya?
d. Bagaimana bila organ wajah didapat
dari donor wajah laki-laki lain, ketika dia memegang wajahnya
dalam keadaan suci ?
e. Bila terjadi kecelakaan atau kegagalan
dalam operasi, siapa pihak yang bertanggung jawab dan
bagaimana
bentuk pertanggung jawabannya?
f. Apakah Lisa boleh mem-fasakh nikah
atas penganiayaan suaminya?
g. Bolehkah kepolisian menghukum suami Lisa,
padahal Lisa telah memaafkan perbuatan suaminya?
Jawaban :
a. Melihat realita yang terjadi dalam operasi face off yang
dilakukan pada Lisa hukumnya diperbolehkan dengan pertimbangan :
1) operasi dilakukan untuk penyembuhan dan
pemulihan
2) resiko dlarar (bahaya)
pengambilan kulit dari punggung lebih kecil dibandingkan resiko dlarar membiarkan
wajah Lisa tanpa operasi
3) ditangani oleh tim dokter ahli dari
berbagai bidang disiplin ilmu kedokteran yang mumpuni
4) operasi dilakukan hanya pada bagian tubuh
yang cacat (sesuai kebutuhan)
Catatan : menurut pendapat kalangan
Malikiyyah, dalam mengoperasi, dokter harus mendapatkan izin dari pemerintah.
Referensi :
1. Al-Fiqh
al-Islami wa Adillatuhu juz VIII hal. 512
2. Al-Tasyri'
al-Jana'i juz I hal. 522 dan juz I hal. 521-525
3. Al-Mufashshal
fi Ahkam al-Mar'ah al-Muslimah wa al-Bait al-Muslim hal. 139-140
|
4. Al-Qulyubi
juz III hal. 78
5. Al-Mausu'ah
al-Fiqhiyyah juz XVI hal. 258
|
b. Selama
tidak merubah sifat atau rupa yang telah diciptakan oleh Allah. Adapun merubah
sifat atau rupa yang diperbolehkan adalah sebagai berikut:
1)
Dengan bertujuan seperti
dalam sub a.
2)
Menimbulkan dlarar
atau menyakitkan
3)
Bertujuan berhias dengan
seizin suami namun dalam beberapa contoh saja.
4)
Tidak bertujuan menipu
5)
Tidak berupa hal-hal yang
sudah di-nash oleh syari'at sebagai taghyir khalqillah.
Referensi :
1.
Tafsir al-Baydlawi juz II
hal. 117
2.
Fath al-Bari juz X hal.
377
3.
Nazhah al-Muttaqin juz II
hal. 349
4.
Nihayah al-Muhtaj juz II
hal. 25
|
5.
Fatawi Wa Rudud Syar'iyyah
Mu'ashirah hal. 174-176
6.
Al-Jawahir fi Tafsir
al-Qur'an al-Adhim juz III hal. 84-85
|
c. Terdapat
perincian sebagai berikut :
@
Pada waktu operasi tidak wajib bersuci, tidak wajib sholat dan tidak wajib
untuk meng-qadla'-inya karena dalam operasi, Lisa diperbolehkan untuk
dibius yang sampai kehilangan kesadaran.
Referensi :
7.
Al-Majmu' juz III hal. 6,
7
8.
Al-Bajuri juz I hal. 197
|
9.
Bughyah al-Mustarsyidin
hal. 78
|
@
pasca operasi, sebelum sembuh
ü
Bila dalam keadaan tersebut
pasien boleh terkena air dan debu, maka cara bersucinya seperti shahibul
jabair (orang yang sebagian anggota wudlunya terdapat perban atau
sejenisnya), yakni membasuh yang sehat dan mentayammumi yang sakit.
ü
Bila anggota tubuhnya tidak
diperkenankan terkena air atau debu sama sekali, maka dia tergolong faqid
al-thahurain (orang yang tidak bisa memakai air dan debu).
Catatan : obat-obatan yang menempel pada
wajah Lisa dianggap seperti perban
Referensi :
10.
Al-Qulyubi juz I hal. 86
11.
Al-Fiqh al-Islami juz I
hal 606
12.
Nihayah al-Zain hal. 33
13.
I'anah al-Thalibin juz I
hal. 57
|
14.
Bughyah al-Mustarsyidin
hal. 48
15.
Nihayah al-Muhtaj juz I
hal. 317
16.
Al-Majmu' juz II hal.
340-341
|
d. Tidak
batal, baik anggota tubuh sudah berfungsi ataupun belum.
Catatan : ketika belum berfungsi, maka dianggap
anggota tubuh yang terputus sehingga tidak membatalkan, dan ketika sudah
berfungsi, maka dianggap anggota tubuh sendiri.
Referensi :
17.
Nihayah al-Zain hal. 25
|
18.
Al-Iqna' juz I hal. 304
|
e. Tidak ada
yang bertanggung jawab, dengan pertimbangan :
ü Dokter yang menangani adalah seorang yang profesional
ü Operasi dilakukan dengan tujuan pengobatan
ü Prosedur operasi sesuai dengan teori kedokteran
ü Operasi dilakukan atas persetujuan pasien
Catatan :
@
jika salah satu syarat di atas tidak terpenuhi, maka pihak dokter harus
bertanggung jawab.
@ bila
terjadi kegagalan dalam operasi, maka pihak pasien tetap diharuskan membayar biaya
operasi sesuai dengan kesepakatan.
Referensi :
19.
Nihayah al-Muhtaj juz
VIII hal. 35
20.
Al-Tasyri' al-Jana'i juz I
hal. 521-525
|
21.
Bughyah al-Mustarsyidin
hal. 245
22.
Fath al-Mu'in (I'anah
al-Thalibin juz III hal.122)
|

0 komentar:
Post a Comment