Dalam opininya, Mohammad Alfuniam menyoroti rangkaian bencana di Sumatra sebagai gejala dari melemahnya fungsi negara dalam tata kelola kebencanaan. Ia memperkenalkan istilah “normalisasi penderitaan”, yaitu kondisi ketika bencana dan dampaknya tidak lagi memunculkan kejutan moral bagi publik maupun pemerintah. Masyarakat dipaksa menerima tragedi seolah sebagai sesuatu yang wajar, sementara negara gagal hadir dengan respons yang cepat dan berpihak pada warga terdampak.
Alfuniam juga menautkan analisanya dengan Party Cartel Theory — teori yang menjelaskan bagaimana koalisi politik yang terlalu dominan dapat mengikis peran oposisi. Dalam konteks Indonesia, ia menilai bahwa melemahnya fungsi oposisi membuat kritik terhadap kebijakan negara, termasuk penanganan bencana, tidak berkembang secara sehat. Akibatnya, tidak ada tekanan politik yang mendorong pemerintah melakukan evaluasi dan perbaikan serius.
Selain itu, ia menyoroti fenomena birokrasi tanpa nurani, yakni birokrasi yang bekerja dengan orientasi prosedural tetapi kehilangan empati. Menurutnya, birokrasi seperti ini hanya menjalankan rutinitas administratif tanpa sensitivitas terhadap kondisi masyarakat yang sedang mengalami krisis. Situasi tersebut memperdalam jarak antara negara dan warga yang membutuhkan perlindungan.
Alfuniam menegaskan bahwa ketiga gejala tersebut—normalisasi penderitaan, hilangnya kontrol oposisi, dan birokrasi yang tidak manusiawi—berjalan bersamaan dan memperlihatkan kegagalan negara menjalankan fungsi dasarnya. Ia menutup opininya dengan seruan agar negara memulihkan mandat perlindungan terhadap warga, memperbaiki tata kelola kebencanaan, serta menghidupkan kembali mekanisme kontrol politik dan etika pelayanan publik.
Kolomnis: Mohammad Alfuniam
NU Online. (2025). Bencana Sumatra, Normalisasi Penderitaan, Hilangnya Oposisi, dan Birokrasi Tanpa Nurani oleh Mohammad Alfuniam (disunting Ali Abdillah Al-Hamidy). Diakses 11 Desember 2025 dari:
https://www.nu.or.id/opini/bencana-sumatra-normalisasi-penderitaan-hilangnya-oposisi-dan-birokrasi-tanpa-nurani-KBfim

0 komentar:
Post a Comment